Blended learning vs E - Learning
A.
E-Learning
E-Learning atau
electronic learning merupakan suatu
proses perkembangan teknologi yang diaplikasikan dalam hal penyampaian
pengetahuan dalam proses belajar mengajar, e-Learning kini semakin dikenal sebagai salah satu cara
untuk mengatasi masalah pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara
yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sebagai negara kepulauan, Indonesia
mengalami masalah dalam proses perataan pendidikan bagi masyarakatnya
dikarenakan oleh jarak, oleh karena itu
e-Learning merupakan pilihan yang
dapat diterapkan.
Dalam berbagai
literatur, para ahli mendefinisikan e-Learning
sebagai berikut:
1.
Soekartawi, Haryono dan Librero, (2002), e-Learning is a generic term for all
technologically supported learning using an array of teaching and learning
tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite
transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided
instruction also commonly referred to as online courses.
2.
Parker, Judith (2009) , elearning
is Learning in which technology plays a major role in the delivery of content
and the communication between instructor and students and between students.
3.
E.
Hartley menyatakan: e-Learning
merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan
ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan
komputer lain.
4.
Learn
Frame.Com dalam Glossary of eLearning Terms menyatakan : suatu definisi yang
lebih luas bahwa: e - Learning adalah
sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar
mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer stand alone.
Kemudian Cisco mendefinisikan filosofis e-Learning
sebagai berikut:
a. e-Learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,
pendidikan, pelatihan secara on-line.
b. e-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat
memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional,
kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga
dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
c. e-Learning tidak
berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content
dan pengembangan teknologi pendidikan.
d. Kapasitas
siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya.
Berdasarkan
definisi dan filosofi diatas, dapat dijelaskan bahwa secara prinsip, e-Learning dapat diartikan sebagai
pembelajaran yang menggunakan media elektronik sebagai alat bantunya, media
elektronik tersebut dapat saja berupa internet, TV, CD ROM, Radio, Teleconfrence, dan lain sebagainya. Konsep
e-Learning harus mengadaptasi
unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem pembelajaran konvensional.
E-learning merupakan singkatan dari Elektronic Learning, merupakan cara baru
dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya
internet sebagai sistem pembelajarannya.
E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi.
E-learning dalam arti luas bisa mencakup
pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal
maupun informal. E-learning secara
formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran
dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati
pihak-pihak terkait (pengelola e-learning
dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya
tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak
jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya
perusahaan konsultan) yang memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.
Walaupun sepertinya e-Learning
diberikan hanya melalui perangkat komputer, e-Learning
ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari para ahli di
bidang masing-masing, yaitu:
a.
Subject Matter Expert (SME) atau nara sumber dari pelatihan
yang disampaikan
b.
Instructional Designer (ID), bertugas untuk secara
sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi e-Learning dengan memasukkan unsur metode pengajaran agar materi
menjadi lebih interaktif, lebih mudah dan lebih menarik untuk dipelajari
c.
Graphic Designer (GD), mengubah materi text menjadi
bentuk grafis dengan gambar, warna, dan layout yang enak dipandang, efektif dan
menarik untuk dipelajari
d.
Ahli
bidang Learning Management System
(LMS). Mengelola sistem di website yang mengatur lalu lintas interaksi antara
instruktur dengan siswa, antarsiswa dengan siswa lainnya.
Metode penyampaian bahan ajar di e-Learning ada dua macam:
a.
Synchrounous
e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas dan waktu yang sama
meskipun secara tempat berbeda. Contohnya adalah kuliah menggunakan metode tele-conference.
b.
Asynchronous
e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas yang sama (kelas
virtual), meskipun dalam waktu dan tempat yang berbeda. Contohnya adalah kuliah
menggunakan CMS yang didesain khusus untuk keperluan tersebut, misalnya Moodle
atau Claroline.
Pemanfaatan
e-learning yang baik akan mendorong terciptanya lingkungan belajar yang berpusat pada
siswa (student-centered learning), karena e-learning menuntut peserta didik untuk belajar
secara mandiri dan mengkonstruk
ilmu pengetahuannya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik e-learning yang
dikemukakan oleh Riyana (2007) sebagai berikut:
a.
Daya tangkap siswa terhadap materi
pembelajaran tidak tergantung kepada
instruktur/guru, karena siswa mengkonstruk sendiri ilmu pengetahuannya melalui
bahan-bahan ajar yang disampaikan melalui interface situs web;
b.
Sumber ilmu pengetahuan tersebar di mana-mana
serta dapat diakses dengan
mudah oleh setiap orang. Hal ini dikarenakan sifat media Internet yang mengglobal dan bisa diakses
oleh siapapun yang terkoneksi ke dalamnya;
c.
Pengajar/lembaga pendidikan berfungsi
sebagai mediator/pembimbing;
d.
Diperlukan sebuah restrukturisasi terhadap
kebijakan sistem pendidikan, kurikulum
dan manajemen yang dapat mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk pendidikan secara
optimal.
Berdasarkan karakteristik
tersebut, maka e-learning memiliki kelebihan tersendiri bila dipandang sebagai sebuah alternatif untuk
model pembelajaran
konvensional. Lebih lanjut, Riyana (2007: 22) menyebutkan kelebihan-kelebihan tersebut sebagai berikut:
a.
Interactivity (Interaktifitas);
tersedianya jalur komunikasi yang lebih banyak, baik secara langsung (synchronous), seperti chatting
atau messenger atau
tidak langsung (asynchronous), seperti forum, mailing list atau buku tamu.
b.
Independency (Kemandirian);
fleksibilitas dalam aspek penyediaan
waktu, tempat, pengajar dan bahan ajar. Hal ini menyebabkan pembelajaran menjadi lebih
terpusat kepada siswa (student-centered learning).
c.
Accessibility (Aksesibilitas);
sumber-sumber belajar menjadi lebih mudah
diakses melalui pendistribusian di jaringan Internet dengan akses yang lebih luas daripada
pendistribusian sumber belajar pada pembelajaran
konvensional.
d.
Enrichment (Pengayaan);
kegiatan pembelajaran, presentasi materi kuliah dan materi pelatihan sebagai pengayaan, memungkinkan penggunaan perangkat teknologi
informasi seperti video streaming, simulasi dan animasi.
Berdasarkan
definisi dari ASTD, e-learning bisa dibagi ke dalam empat model, yaitu:
a.
Web-Based
Learning (Pembelajaran Berbasis Web)
b.
Computer-Based
Learning (Pembelajaran Berbasis Komputer)
c.
Virtual
Education (Pendidikan Virtual)
d.
Digital
Collaboration (Kolaborasi
Digital)
B.
Blended
Learning
Sesuai namanya, blended learning adalah metode
pembelajaran yang memadukan pertemuan tatap muka dengan materi online secara harmonis. Perpaduan antara
training konvensional di mana trainer dan trainee bertemu langsung dengan
training online yang bisa diakses kapan saja, di mana saja 24 jam sehari, 7
hari seminggu. Adapun bentuk lain dari blended
learning adalah pertemuan virtual antara trainer dengan trainee.
Mereka mungkin saja berada di dua dunia berbeda, namun bisa saling memberi feedback, bertanya, atau menjawab.
Semuanya dilakukan secara real time. Sebagian menyebutnya dengan long distance
instructed learning, yang lain menyebutnya virtual instructor led training
training yang dipandu oleh instruktur betulan secara virtual karena antara
peserta dan instruktur berada di tempat yang berbeda. Apapun namanya, model
pembelajaran ini memanfaatkan teknologi IT lewat media video conference, phone
conference, atau chatting online.
Menurut Jared A. Carman, (2005), ada lima kunci untuk melaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan blended learning :
1.
Live Event, pembelajaran langsung atau
tatap muka (instructor-led instruction)
secara sinkronous dalam waktu dan tempat yang sama (classroom) ataupun waktu sama tapi tempat berbeda (seperti virtual classroom). Bagi beberapa orang
tertentu, pola pembelajaran langsung seperti ini masih menjadi pola utama.
Namun demikian, pola pembelajaran langsung inipun perlu didesain sedemikian
rupa untuk mencapai tujuan sesuai kebutuhan. Pola ini, juga bisa saja
mengkombinasikan teori behaviorisme, kognitivism dan konstructivism sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna.
2.
Self-Paced
Learning, yaitu mengkombinasikan dengan pembelajaran mandiri (self-paced learning) yang memungkinkan
peserta belajar belajar kapan saja, dimana saja dengan menggunakan berbagai
konten (bahan belajar) yang dirancang khusus untuk belajar mandiri baik yang
bersifat text-based maupun multimedia-based (video, animasi,
simulasi, gambar, audio, atau kombinasi dari kesemuanya). Bahan belajar
tersebut, dalam konteks saat ini dapat didelivered
secara online (via web maupun via mobile
dovice dalam bentuk: streaming audio,
streaming video, e-book, dll) maupun offline (dalam
bentuk CD, cetak, dll).
3.
Collaboration,
mengkombinasikan kolaborasi, baik kolaborasi pengajar, maupun kolaborasi antar
peserta belajar yang kedua-duanya bisa lintas sekolah/kampus. Dengan demikian,
perancang blended learning harus
meramu bentuk-bentuk kolaborasi, baik kolaborasi anatar teman sejawat atau
kolaborasi antar peserta belajar dan pengajar melalui tool-tool komunikasi yang memungkinkan seperti chatroom, forum diskusi, email,
website/webblog, listserv, mobile phone.
Tentu saja kolaborasi diarahkan untuk terjadinya konstruksi pengetahuan dan
keterampilan melalui proses sosial atau interaksi sosial dengan orang lain,
bisa untuk pendalaman materi, problem
solving, project-based learning,
dll.
4.
Assessment,
dalam blended learning perancang
harus mampu meramu kombinasi jenis assessmen
baik yang bersifat tes maupun non-tes, atau tes yang lebih bersifat otentik
(authentic assessment/portfolio) dalam bentuk project, produk dll. Disamping
itu, juga pelru mempertimbangkan ramuan antara bentuk-bentuk assessmen online dan assessmen offline. Sehingga memberikan
kemudahan dan fleksibilitas peserta belajar mengikuti atau melakukan assessmen tersebut.
5.
Performance
Support Materials, jika kita ingin mengkombinasikan antara pembelajaran
tatap muka dalam kelas dan tatap muka virtual, patikan sumber daya untuk
mendukung hal tersebut siap atau tidak, ada atau tidak. Bahan belajar disiapkan
dalam bentuk digital, apakah bahan belajar tersebut dapat diakses oleh peserta
belajar baik secara offline (dalam
bentuk CD, MP3, DVD, dll) maupun secara online. Atau, jika pembelajaran online
dibantu dengan suatu Learning/Content
Management System (LCMS), pastikan juga bahwa aplikasi sistem ini telah
terinstal dengan baik, mudah diakses, dan lain sebagainya.
Blended
learning merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode e-Learning,
yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan antara sistem e-Learning dengan metode konvensional atau tata muka (face-to-face).Beberapa ahli
mendefinisikan blended learning sebagai
berikut :
a.
Valiathan, Purnima (2002) blended
learning is used to describe a solution that combines several different
delivery methods, such as collaboration software, Web-based courses, EPSS
(electronic performance support systems), and knowledge management practices.
b.
Rooney, (2003), Blended
learning is a hybrid learning concept integrating traditional in-class sessions
and e-Learning elements.
Ahli lainnya
memberikan definisi lebih luas lagi, seperti
Whitelock & Jelfs (2003), memberikan tiga pengertian untuk blended
learning, yaitu :
a.
The
integrated combination of traditional learning with web-based online approaches
(drawingon the work of Harrison);
b.
The
combination of media and tools employed in an e-Learning environment;
c.
The
combination of a number of pedagogic approaches, irrespective of learning
technology use (drawing on the work of Driscoll).
Martin Oliver dan
Keith Trigwell dalam jurnal e-Learning,
Volume 2, Number 1 tahun 2005, mendefinisikan blended learning:
a.
Combining
or mixing web-based technology to accomplish an educational goal;
b.
Combining
pedagogical approaches (‘e.g. constructivism, behaviorism, cognitivism’) to
produce an optimal learning outcome with or without instructional technology;
c. Combining any form of instructional
technology with face-to-face instructor-led training; and
d.
Combining instructional technology with actual
job tasks.
Dari berbagai
definisi diatas, para ahli secara umum setuju bahwa blended learning lebih
menekankan kepada penggabungan / penyatuan metode pembelajaran secara
konvensional (face-to-face)dengan metode e-Learning. Seperti terlihat pada gambar
dibawah ini :
Posisi / irisan Blended Learning
Dari pendekatan diatas dapat dilihat bahwa blanded
learning memadukan berbagai metode pengajaran dengan memanfaatkan teknologi
dan menyesuaikan kondisi yang disepakati semua pihak. Sedangkan teknologi virtual yang ada dapat dimanfaatkan untuk
proses blended learning.
C.
Manfaat
Blended Learning
Bila saja blended learning ini dapat dilaksanakan dengan baik dan benar, maka
paling tidak ada tiga manfaat yang dapat diperoleh, yaitu:
1.
Meningkatkan hasil pembelajaran melalui
pendidikan jarak jauh
2.
Meningkatkan kemudahan belajar sehingga
siswa menjadi puas dalam belajar melalui pendidikan jarak jauh, dan
3.
Mengurangi biaya pembelajaran.
Profesor McGinnis (2005) dalam artikelnya yang
berjudul ‘Building A Successful Blended
Learning Strategy’, menyarankan 6 hal yang perlu diperhatikan manakala
orang menyelenggarakan blended learning. Ke-enam hal tersebut
adalah sebagai berikut:
1.
Penyampaian bahan ajar dan penyampaian
pesan-pesan yang lain (seperti pengumuman yang berkaitan dengan kebijakan atau
peraturan) secara konsisten.
2.
Penyelenggaraan pembelajaran melalui blended learning harus dilaksanakan
secara serius karena hal ini akan
mendorong siswa cepat menyesuaikan diri dengan sistim pendidikan jarak jauh.
Konsekuensinya, siswa lebih cepat mandiri.
3.
Bahan ajar yang diberikan harus selalu mengalami
perbaikan (updated), baik dari segi formatnya maupun ketersediaan bahan ajar
yang memenuhi kaidah ‘bahan ajar mandiri’ (self-learning
materials) seperti yang lazim digunakan pada pendidikan jarak jauh.
4.
Alokasi waktu bisa dimulai dengan formula
awal 75:25 dalam artian bahwa 75% waktu
digunakan untuk pembelajaran online dan 25% waktu digunakan untuk pembelajaran
secara tatap muka (tutorial). Karena alokasi waktu ini belum ada yang baku,
maka penyelenggara pendidikan bisa membuat ‘uji coba’ sendiri, sehingga
diperoleh alokasi waktu yang ideal.
5.
Alokasi waktu tutorial sebesar 25% untuk
tutorial, dapat digunakan khusus bagi mereka yang tertinggal, namun bila tidak
memungkinkan (misalnya sebagian besar siswa menghendaki pembelajaran tatap
muka), maka waktu yang tersedia sebesar 25% tersebut bisa dipakai untuk
menyelesaikan kesulitan-kesulitan siswa dalam memahami isi bahan ajar. Jadi
semacam penyelenggaraan ‘remedial class’.
6.
Dalam blended learning diperlukan kepemimpinan
yang mempunyai waktu dan perhatian untuk
terus berupaya bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran.
Kelebihan blended learning adalah sebagai berikut :
a. Pembelajaran terjadi secara mandiri
dan konvensional, yang keduanya memiliki kelebihan yang dapat saling
melengkapi.
b. Pembelajaran lebih efektif dan
efisien.
c. Meningkatkan aksesbiltas. Dengan
adanya blended learning maka peserta belajar semakin mudah dalam mengakses
materi pembelajaran.
d. Proses belajar mengajar tidak hanya
tatap muka, namun menambah waktu pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi
dunia maya.
e. Mempermudah dan mempercepat proses
komunikasi non-stop antara pengajar
dan siswa.
Kekurangan
blended learning adalah sebagai berikut :
a. Media yang dibutuhkan sangat
beragam, sehingga sulit diterapkan apabila sarana dan prasarana tidak
mendukung.
b. Kurangnya pengetahuan masyarakat
terhadap penggunaan teknologi.
c. Blended learning masih sulit
digunakan dalam mata pelajaran eksakta.
d. Tidak meratanya fasilitas yang
dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet.
D.
Blended e-Learning
Secara etimologi istilah blended
learning terdiri dari dua kata yaitu blended
dan learning. Kata blended berarti
campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik (Collins Dictionary) atau formula suatu
penyelarasan kombinasi atau perpaduan (Oxford
English Dictionary) (Heinze and Procter, 2006:236). Sedangkan learning
memiliki makna umum yakni belajar, dengan demikian sepintas mengandung makna
pola pembelajaran yang mengandung unsur pencampuran, atau penggabungan antara
satu pola dengan pola yang lainnya. Apa yang di campurkan? Elenena (2006)
menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni pembelajaran
di kelas (class room lesson) dengan online learning.
Pada perkembangannya
istilah yang lebih populer adalah Blended
Blended e-Learning dibandingkan
dengan blended learning. Kedua istilah tersebut merupakan isu pendidikan
terbaru dalam perkembangan globalisasi dan teknologi Blended e-Learning. Zhao (2008:162) menjelaskan “issu Blended e-Learning suliy untuk di
definisikan karena merupakan sesuatu yang baru”. Walau cukup sulit mendefinisikan
pengertian Blended e-Learning tapi ada para ahli dan profesor yang meneliti
tentang Blended e-Learning dan
menyebutkan konsep dari Blended
e-learning. selain itu, pada penelitian Sharpen et.al (2006:18) ditemukan
bahwa “intitusi yang telah mengembangkan dengan bahasa mereka sendiri, definisi
atau tipilogi praktek blended”. Definisi dari Ahmed, et.al (2008:1) menyebutkan
: Blended Blended e-Learning, on the
other hand, merges aspects of blended e-lerning such as: web-based instruction,
streaming video, audio, synchronous and asychronous communication, etc: with
tradisional, face-to-face”learning.
Definisi
lain yang hampir sama yaitu dari Soekartawi
(2006:1) menjelaskan pengertian dari Blended Blended e-Learning yaitu: One of newest models is called Blended
Blended e-Learning (BEL). The model, BEL, is disigned basically based on
combination of the best aspect of application of information technology blended
e-learning, structured face-to-face activities, and real world practice.
Dari
definisi-definisi yang telah dijelaskan di atas maka dapat dikatakan secara
sederhana Blended e-Learning adalah
kombinasi atau penggabungan pendekatan aspek blended e-learning yang berupa we-based
instruction, video streaming, audio, komunikasi synchronous dan asynchronous
dalam jalur blended e-learning system
LSM dengan pembelajaran tradisional “tatap muka” termasuk juga metode mengajar,
teori belajar dan dimensi pedagogik. Kesimpulan tersebut sama seperti yang
dikemukakan oleh Bhonk dan Graham (2006) yaitu:
1. Combining
instructional modalities or delivery media and technologies (traditional
distance education, Internet, Web, CD ROM, video/audio, any other electronic
medium, email, online booka etc.)
2. Combining
instruction methods, learning theories and pedagogical dimensions
3.
Combining blended e-learning ang
face-to-face learning.
E.
Karakteristik Blended E-Learning
Menurut sharpen et.al (2006:18) karakteristik Blended e-Learning, adalah:
1.
Ketetapan
sumber suplemen untuk program belajar yang berhubungan selama garis tradisional
sebagian besar, melalui intsitusional pendukung lingkungan belajar virtual
2.
Trasformatif
tingkat praktik pembelajaran didukung oleh rancangan pembelajaran sampai
mendalam
3.
Pandangan
menyeluruh tentang teknologi untuk mendukung pembelajaran.
4.
Blended e-Learning berisi tatap muka, dimana beririsan
dengan blended e-learning. pada blended e-learning terdapat pembelajaran
berbasis komputer yang berisikan dengan pembelajaran online. Dalam pembelajaran
online terdapat pembelajaran berasis internet yang di dalamnya ada pembelajaran
berbasis web. Diskripsi tersebut disimpulkan bahwa dalam Blended e-Learning terdapat tatap muka yang beririsan dengan blended e-learning dimana blended e-learning beserta
komponen-komponennya yang berbasis komputer dan pembelajaran online berbasis web internet untuk
pembelajaran.
Berdasarkan komponen yang ada dalam Blended e-Learning maka
teori belajar yang mendasari moder pembelajaran tersebut adalah teori belajar Konstruktivisme (individual learning) dari Piaget, kognotif dari Bruner Gagne dan
Blooms dal lingkungan belajar sosial atau Social Constructivisit (collaborativ learning) dari Vygtsky.
Karakteristik teori belajar konstruktivisme (individual
learning) untuk blended e-learning (Hasibuan, 2006:4) adalah sebagai berikut.
a. Active
learners
b. Learners
construc their knowledge
c. Subjective,
dynamic and expanding
d. Processing
and understanding of information
e. Leaner
has his own learning.
F.
Penerapan blended e-learning
Blended e-learning kini banyak digunakan oleh para
penyelenggara pendidikan terbuka dan jarak jauh. Kalau dahulu hanya Universitas
Terbuka yang diizinkan menyelenggarakan pendidikan jarak jauh, maka ini dengan
terbitnya surat keputusan Mentri pendidikan Nasional No.107/U/2001 (2 juli
2001) tentang penyelenggaraan program pendidikan Tinggi jarak jauh, maka
perguruan tinngi tertentu yang mempunyai kapasitas menyelenggarakan pendidikan
terbuka dan jarak jauh menggunakan blended
e-learning, juga telah diizinkan menyelenggarakannya. Lembaga-lembaga
pendidikan non-formal seperti kursus-kursus, juga telah memanfaatkan keunggulan
blended e-learning ini untuk
program-programnya.
Secara spesifik dalam pendidikan guru blended e-learning memiliki makna sebagai berikut.
1.
Blended e-learning merupakan penyampaian informasi,
komunikasi, pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik
substansi materi pelajaran maupun ilmu pendidikan secara online.
2.
Blended e-learning menyediakan seperangkat alat yang
dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional,
kajian terdapat buku teks, CD-ROM dan pelatihan berbasis komputer) sehingga
dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
3.
Blended e-learning tidak berarti menggantikan model
belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkaut model belajar tersebut
melalui pengayaan conten dan pengembangan teknologi pendidikan.
4.
Kapasitas
guru amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan penyampaiannya. Makin baik
keselarasan antarconten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih
baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
5.
Memanfaatkan
jasa teknologi elektronik. Dimana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau
guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa
dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.
6.
Memanfaatkan
keunggulan komputer (digital media dan
computer networks).
7.
Menggunakan
bahan ajar bersifat mandiri (self
learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru
dan siswa tanpa saja dan dimana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
8.
Memanfaatkan
jadwal pelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yng berkaitan
dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
G.
Prosedur Blended Learning Dalam Pembelajaran
Model blended
e-learning merupakan kombinasi dari beberapa pendekatan pembelajaran yaitu
pembelajaran konvensional berupa tatap muka dan e-learning berbasis internet.
prosedur blended learning dalam
pembelajaran
Peningkatan kualifikasi guru merupakan salah satu
prioritas pemerintah indonesia, hal tersebut sebagai wujud realisasi UU guru
dan dosen no.14/2005 yang mempersyaratkan guru untuk memiliki kualifikasi
minimal S-1 dan memiliki sertifikat sebagai pengajar. Pada saat ini guru di
Indonesia berjumlah sebanyak 2.667.655 orang (depdiknas,2007). Di samping
kualitas akademik guru, kondisi peningkatan kualifikasi akademik guru, kondisi
kekurangan guru juga masih dialami sebagian wilayah di indonesia pada berbagai
jenjang pendidikaaan. Pada tahun 2007, selain Universitas Terbuka pemerintah
Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktorat
Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan menetapkan 10 LPTK untuk secara
bersama-sama menyelenggarakan sistem PJJ untuk program peningkatan kualifikasi
guru melalui pendidikan SI PGSD.
PJJ pada program ini berbasis pada teknologi informasi
dan komunikasi dengan menggunakan internet sebagai media utama, tatap muka
dilakukan hanya beberapa kali pada program residensial, selebihnya menggunakan
program e-learning. Keberhasilan PJJ PGSD dan sistem pembelajaran jarak jauh
yang menggunakan e-learning sebagai alat utama, sangat menentukan oleh model
learning management system (LMS) yang dikembangkan, dan pemerintah bersama
pihak terkait masih mencari-cari model LMS yang handal yang mampu mewujudkan
profil guru profesional, yang memiliki kompetensi kependidikan dan keguruan
yang setara bahkan melebihi guru dengan sistem pembelajaran reguler. Model blended e-learning merupakan kombinasi
dari beberapa pendekatan pembelajaran yaitu pembelajaran conventional berupa
tatap muka dan e- learning yang
berbasis internet.
Seperti yang dikemukakan oleh Gegne (1984) Belajar yang
efektif mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) melibatkan pembelajaran dalam
proses belajar; (2) mendorong munculnya keterampilan untuk belajar mandiri (learn how to learn); (3) meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan pembelajar; (4) memberi motivasi untuk belajar
lebih lanjut. Darmodihardjo (1998:39) mengemukakan bahwa tutor dalam
pelaksanaan tugasnya memiliki peran yang meliputi; (1) sebagai motivator, (2)
sebagai fasilitator, (3) sebagai pembimbingan dan evaluator, (4) pengembangan
materi pelajaran, (5) pengelola proses belajar mengajar, (6) agen pembaruan.
Sementara itu Muhammad Zen (2000:69-70) mengemukakan bahwa tugas tutor selaku
pengajar meliputi; (1) sebagai informator, (2) sebagai organisator, (3) sebagai
motivator, (4) sebagai pengarah, (5) sebagai inisiator, (6) sebagai transmiter,
(7) sebagai fasilitator, (8) sebagai mediator, (9) sebagai evaluator.
H.
Perbedaan
dan Persamaan E-learning dan Blended Learning
1.
Perbedaan
E-learning dan Blended Learning
Seringkali banyak orang yang masih
bingung tentang perbedaan antara E-learning
dan Blended learning karena keduanya
melibatkan media online. Tapi dapat dipastikan keduanya berbeda dimana jika
kita sebagai pelajar menggunakan e-learning maka kita tidak akan mendapatkan feedback pengajar sedangkan bila
menggunakan Blended learning bukan saja mendapatkan feedback tetapi kita juga dapat mengadakan diskusi langsung
sehingga kita dapat menjadi pelajar yang lebih aktif dan tentunya banyak
manfaat lainnya yang kita dapatkan.
2.
Persamaan
E-learning dan Blended Learning
Persamaan e-learning dan blended learning adalah
dilihat dari ICT- nya (Information,
Communication, and Tecknology). Mengenai perbedaannya adalah kalau blended learning bersifat tatap muka dan
memakai perlengkapan elektronik jaringan, sedangkan e-learning adalah distance
learning (pembelajaran jarak jauh) disertai perlengkapan elektronik dan
jaringan.
Dilihat dari makna kata, “blended” artinya campur/kombinasi. Jadi blended learning adalah mencampurkan
atau mengkombinasikan antara konvensional kelas dan e-learning.
Blended
learning ini
meliputi beberapa komponen, diantaranya: multi acces learning, integrated
learning, multimethod learning, hybrid learning, web, webinar, e-library,
video call, teleconference, e-book, dan lain sebagainya.
E-learning disini memfokuskan pada perbedaan
individual pada siswa secara psikologis, harus ada aspek psikologis pada siswa.
Selain itu, aspek yang tidak ada pada e-learning
dari teorinya Bloom adalah aspek afektif, maka dari itu di mix dengan blanded
learning. Karena didalam blanded learning
terdapat 3 aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
by : Suci Agus Dewantari