Mau Widget Ini?

Selasa, 25 Agustus 2015

Blended Learning vs E- Learning



 Blended learning vs E - Learning
A.    E-Learning
E-Learning atau electronic learning merupakan suatu proses perkembangan teknologi yang diaplikasikan dalam hal penyampaian pengetahuan dalam proses belajar mengajar, e-Learning  kini semakin dikenal sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mengalami masalah dalam proses perataan pendidikan bagi masyarakatnya dikarenakan oleh jarak, oleh karena itu  e-Learning  merupakan pilihan yang dapat diterapkan.
Dalam berbagai literatur, para ahli mendefinisikan e-Learning sebagai berikut:
1.      Soekartawi, Haryono dan Librero, (2002), e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses.
2.      Parker, Judith (2009) ,  elearning is Learning in which technology plays a major role in the delivery of content and the communication between instructor and students and between students.
3.      E. Hartley menyatakan: e-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.
4.      Learn Frame.Com dalam Glossary of eLearning Terms menyatakan : suatu definisi yang lebih luas bahwa: e - Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer stand alone.
Kemudian Cisco mendefinisikan filosofis  e-Learning sebagai berikut:
a.       e-Learning  merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line.
b.      e-Learning  menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
c.       e-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan  content  dan pengembangan teknologi pendidikan.
d.      Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya.
Berdasarkan definisi dan filosofi diatas, dapat dijelaskan bahwa secara prinsip, e-Learning dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menggunakan media elektronik sebagai alat bantunya, media elektronik tersebut dapat saja berupa internet, TV, CD ROM, Radio, Teleconfrence, dan lain sebagainya. Konsep e-Learning harus mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem pembelajaran konvensional.
E-learning merupakan singkatan dari Elektronic Learning, merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahaan konsultan) yang memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.
Walaupun sepertinya e-Learning diberikan hanya melalui perangkat komputer, e-Learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari para ahli di bidang masing-masing, yaitu:
a.       Subject Matter Expert (SME) atau nara sumber dari pelatihan yang disampaikan
b.      Instructional Designer (ID), bertugas untuk secara sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi e-Learning dengan memasukkan unsur metode pengajaran agar materi menjadi lebih interaktif, lebih mudah dan lebih menarik untuk dipelajari
c.       Graphic Designer (GD), mengubah materi text menjadi bentuk grafis dengan gambar, warna, dan layout yang enak dipandang, efektif dan menarik untuk dipelajari
d.      Ahli bidang Learning Management System (LMS). Mengelola sistem di website yang mengatur lalu lintas interaksi antara instruktur dengan siswa, antarsiswa dengan siswa lainnya.
Metode penyampaian bahan ajar di e-Learning ada dua macam:
a.       Synchrounous e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas dan waktu yang sama meskipun secara tempat berbeda. Contohnya adalah kuliah menggunakan metode tele-conference.
b.      Asynchronous e-Learning: Guru dan siswa dalam kelas yang sama (kelas virtual), meskipun dalam waktu dan tempat yang berbeda. Contohnya adalah kuliah menggunakan CMS yang didesain khusus untuk keperluan tersebut, misalnya Moodle atau Claroline.
Pemanfaatan e-learning yang baik akan mendorong terciptanya lingkungan belajar yang berpusat pada siswa (student-centered learning), karena e-learning menuntut peserta didik untuk belajar secara mandiri dan mengkonstruk ilmu pengetahuannya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik e-learning yang dikemukakan oleh Riyana (2007) sebagai berikut:
a.       Daya tangkap siswa terhadap materi pembelajaran tidak tergantung kepada instruktur/guru, karena siswa mengkonstruk sendiri ilmu pengetahuannya melalui bahan-bahan ajar yang disampaikan melalui interface situs web;
b.      Sumber ilmu pengetahuan tersebar di mana-mana serta dapat diakses dengan mudah oleh setiap orang. Hal ini dikarenakan sifat media Internet yang mengglobal dan bisa diakses oleh siapapun yang terkoneksi ke dalamnya;
c.       Pengajar/lembaga pendidikan berfungsi sebagai mediator/pembimbing;
d.      Diperlukan sebuah restrukturisasi terhadap kebijakan sistem pendidikan, kurikulum dan manajemen yang dapat mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk pendidikan secara optimal.
Berdasarkan karakteristik tersebut, maka e-learning memiliki kelebihan tersendiri bila dipandang sebagai sebuah alternatif untuk model pembelajaran konvensional. Lebih lanjut, Riyana (2007: 22) menyebutkan kelebihan-kelebihan tersebut sebagai berikut:
a.      Interactivity (Interaktifitas); tersedianya jalur komunikasi yang lebih banyak, baik secara langsung (synchronous), seperti chatting atau messenger atau tidak langsung (asynchronous), seperti forum, mailing list atau buku tamu.
b.      Independency (Kemandirian); fleksibilitas dalam aspek penyediaan waktu, tempat, pengajar dan bahan ajar. Hal ini menyebabkan pembelajaran menjadi lebih terpusat kepada siswa (student-centered learning).
c.       Accessibility (Aksesibilitas); sumber-sumber belajar menjadi lebih mudah diakses melalui pendistribusian di jaringan Internet dengan akses yang lebih luas daripada pendistribusian sumber belajar pada pembelajaran konvensional.
d.      Enrichment (Pengayaan); kegiatan pembelajaran, presentasi materi kuliah dan materi pelatihan sebagai pengayaan, memungkinkan penggunaan perangkat teknologi informasi seperti video streaming, simulasi dan animasi.
Berdasarkan definisi dari ASTD, e-learning bisa dibagi ke dalam empat model, yaitu:
a.       Web-Based Learning (Pembelajaran Berbasis Web)
b.      Computer-Based Learning (Pembelajaran Berbasis Komputer)
c.       Virtual Education (Pendidikan Virtual)
d.      Digital Collaboration (Kolaborasi Digital)
B.     Blended Learning
Sesuai namanya, blended learning adalah metode pembelajaran yang memadukan pertemuan tatap muka dengan materi online secara harmonis. Perpaduan antara training konvensional di mana trainer dan trainee bertemu langsung dengan training online yang bisa diakses kapan saja, di mana saja 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Adapun bentuk lain dari blended learning adalah pertemuan virtual antara trainer dengan trainee. Mereka mungkin saja berada di dua dunia berbeda, namun bisa saling memberi feedback, bertanya, atau menjawab. Semuanya dilakukan secara real time. Sebagian menyebutnya dengan long distance instructed learning, yang lain menyebutnya virtual instructor led training training yang dipandu oleh instruktur betulan secara virtual karena antara peserta dan instruktur berada di tempat yang berbeda. Apapun namanya, model pembelajaran ini memanfaatkan teknologi IT lewat media video conference, phone conference, atau chatting online. Menurut Jared A. Carman, (2005), ada lima kunci untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan blended learning :
1.      Live Event, pembelajaran langsung atau tatap muka (instructor-led instruction) secara sinkronous dalam waktu dan tempat yang sama (classroom) ataupun waktu sama tapi tempat berbeda (seperti virtual classroom). Bagi beberapa orang tertentu, pola pembelajaran langsung seperti ini masih menjadi pola utama. Namun demikian, pola pembelajaran langsung inipun perlu didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan sesuai kebutuhan. Pola ini, juga bisa saja mengkombinasikan teori behaviorisme, kognitivism dan konstructivism sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna.
2.      Self-Paced Learning, yaitu mengkombinasikan dengan pembelajaran mandiri (self-paced learning) yang memungkinkan peserta belajar belajar kapan saja, dimana saja dengan menggunakan berbagai konten (bahan belajar) yang dirancang khusus untuk belajar mandiri baik yang bersifat text-based maupun multimedia-based (video, animasi, simulasi, gambar, audio, atau kombinasi dari kesemuanya). Bahan belajar tersebut, dalam konteks saat ini dapat didelivered secara online (via web maupun via mobile dovice dalam bentuk: streaming audio, streaming video, e-book, dll) maupun offline (dalam bentuk CD, cetak, dll).
3.      Collaboration, mengkombinasikan kolaborasi, baik kolaborasi pengajar, maupun kolaborasi antar peserta belajar yang kedua-duanya bisa lintas sekolah/kampus. Dengan demikian, perancang blended learning harus meramu bentuk-bentuk kolaborasi, baik kolaborasi anatar teman sejawat atau kolaborasi antar peserta belajar dan pengajar melalui tool-tool komunikasi yang memungkinkan seperti chatroom, forum diskusi, email, website/webblog, listserv, mobile phone. Tentu saja kolaborasi diarahkan untuk terjadinya konstruksi pengetahuan dan keterampilan melalui proses sosial atau interaksi sosial dengan orang lain, bisa untuk pendalaman materi, problem solving, project-based learning, dll.
4.      Assessment, dalam blended learning perancang harus mampu meramu kombinasi jenis assessmen baik yang bersifat tes maupun non-tes, atau tes yang lebih bersifat otentik (authentic assessment/portfolio) dalam bentuk project, produk dll. Disamping itu, juga pelru mempertimbangkan ramuan antara bentuk-bentuk assessmen online dan assessmen offline. Sehingga memberikan kemudahan dan fleksibilitas peserta belajar mengikuti atau melakukan assessmen tersebut.
5.      Performance Support Materials, jika kita ingin mengkombinasikan antara pembelajaran tatap muka dalam kelas dan tatap muka virtual, patikan sumber daya untuk mendukung hal tersebut siap atau tidak, ada atau tidak. Bahan belajar disiapkan dalam bentuk digital, apakah bahan belajar tersebut dapat diakses oleh peserta belajar baik secara offline (dalam bentuk CD, MP3, DVD, dll) maupun secara online. Atau, jika pembelajaran online dibantu dengan suatu Learning/Content Management System (LCMS), pastikan juga bahwa aplikasi sistem ini telah terinstal dengan baik, mudah diakses, dan lain sebagainya.
Blended learning merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode  e-Learning, yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan antara sistem e-Learning dengan metode konvensional atau tata muka (face-to-face).Beberapa ahli mendefinisikan  blended learning sebagai berikut :
a.       Valiathan, Purnima (2002)  blended learning is used to describe a solution that combines several different delivery methods, such as collaboration software, Web-based courses, EPSS (electronic performance support systems), and knowledge management practices.
b.      Rooney, (2003),  Blended learning is a hybrid learning concept integrating traditional in-class sessions and e-Learning elements.
Ahli lainnya memberikan definisi lebih luas  lagi, seperti Whitelock & Jelfs (2003), memberikan tiga pengertian untuk  blended learning, yaitu :
a.       The integrated combination of traditional learning with web-based online approaches (drawingon the work of Harrison);
b.      The combination of media and tools employed in an e-Learning environment;
c.       The combination of a number of pedagogic approaches, irrespective of learning technology use (drawing on the work of Driscoll).
Martin Oliver dan Keith Trigwell dalam jurnal  e-Learning, Volume 2, Number 1 tahun 2005, mendefinisikan blended learning:
a.       Combining or mixing web-based technology to accomplish an educational goal;
b.      Combining pedagogical approaches (‘e.g. constructivism, behaviorism, cognitivism’) to produce an optimal learning outcome with or without instructional technology;
c.       Combining any form of instructional technology with face-to-face instructor-led training; and
d.       Combining instructional technology with actual job tasks.
Dari berbagai definisi diatas, para ahli secara umum setuju bahwa blended learning lebih menekankan kepada penggabungan / penyatuan metode pembelajaran secara konvensional  (face-to-face)dengan metode  e-Learning. Seperti terlihat pada gambar  dibawah ini :
Posisi / irisan Blended Learning
Dari pendekatan diatas dapat dilihat bahwa  blanded learning memadukan berbagai metode pengajaran dengan memanfaatkan teknologi dan menyesuaikan kondisi yang disepakati semua pihak. Sedangkan teknologi  virtual yang ada dapat dimanfaatkan untuk proses  blended learning.

C.    Manfaat Blended Learning
Bila saja  blended learning ini dapat  dilaksanakan dengan baik dan benar, maka paling tidak ada tiga manfaat yang dapat diperoleh, yaitu:
1.      Meningkatkan hasil pembelajaran melalui pendidikan jarak jauh
2.      Meningkatkan kemudahan belajar sehingga siswa menjadi puas dalam belajar melalui pendidikan jarak jauh, dan
3.      Mengurangi biaya pembelajaran.
Profesor McGinnis (2005) dalam artikelnya yang berjudul  Building A Successful  Blended Learning Strategy’, menyarankan 6 hal yang perlu diperhatikan manakala orang menyelenggarakan  blended learning. Ke-enam hal tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Penyampaian bahan ajar dan penyampaian pesan-pesan yang lain (seperti pengumuman yang berkaitan dengan kebijakan atau peraturan) secara konsisten.
2.      Penyelenggaraan pembelajaran melalui blended learning harus dilaksanakan secara serius  karena hal ini akan mendorong siswa cepat menyesuaikan diri dengan sistim pendidikan jarak jauh. Konsekuensinya, siswa lebih cepat mandiri.
3.      Bahan ajar yang diberikan harus selalu mengalami perbaikan (updated), baik dari segi formatnya maupun ketersediaan bahan ajar yang memenuhi kaidah ‘bahan ajar mandiri’ (self-learning materials) seperti yang lazim digunakan pada pendidikan jarak jauh.
4.      Alokasi waktu bisa dimulai dengan formula awal 75:25  dalam artian bahwa 75% waktu digunakan untuk pembelajaran  online  dan 25% waktu digunakan untuk pembelajaran secara tatap muka (tutorial). Karena alokasi waktu ini belum ada yang baku, maka penyelenggara pendidikan bisa membuat ‘uji coba’ sendiri, sehingga diperoleh alokasi waktu yang ideal.
5.      Alokasi waktu tutorial sebesar 25% untuk tutorial, dapat digunakan khusus bagi mereka yang tertinggal, namun bila tidak memungkinkan (misalnya sebagian besar siswa menghendaki pembelajaran tatap muka), maka waktu yang tersedia sebesar 25% tersebut bisa dipakai untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan siswa dalam memahami isi bahan ajar. Jadi semacam penyelenggaraan ‘remedial class’.
6.       Dalam blended learning diperlukan kepemimpinan yang mempunyai waktu dan perhatian  untuk terus berupaya bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran.
Kelebihan blended learning adalah sebagai berikut :
a.       Pembelajaran terjadi secara mandiri dan konvensional, yang keduanya memiliki kelebihan yang dapat saling melengkapi.
b.      Pembelajaran lebih efektif dan efisien.
c.       Meningkatkan aksesbiltas. Dengan adanya blended learning maka peserta belajar semakin mudah dalam mengakses materi pembelajaran.
d.      Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka, namun menambah waktu pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dunia maya.
e.       Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi non-stop antara pengajar dan siswa.   

Kekurangan blended learning adalah sebagai berikut :
a.       Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila sarana dan prasarana tidak mendukung.
b.      Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan teknologi.
c.       Blended learning masih sulit digunakan dalam mata pelajaran eksakta.
d.      Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet. 
D.    Blended e-Learning
Secara etimologi istilah blended learning terdiri dari dua kata yaitu blended dan learning. Kata blended berarti campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik (Collins Dictionary) atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan (Oxford English Dictionary) (Heinze and Procter, 2006:236). Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar, dengan demikian sepintas mengandung makna pola pembelajaran yang mengandung unsur pencampuran, atau penggabungan antara satu pola dengan pola yang lainnya. Apa yang di campurkan? Elenena (2006) menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni pembelajaran di kelas (class room lesson) dengan online learning.

Pada perkembangannya istilah yang lebih populer adalah Blended Blended e-Learning dibandingkan dengan blended learning. Kedua istilah tersebut merupakan isu pendidikan terbaru dalam perkembangan globalisasi dan teknologi Blended e-Learning. Zhao (2008:162) menjelaskan “issu Blended e-Learning suliy untuk di definisikan karena merupakan sesuatu yang baru”. Walau cukup sulit mendefinisikan pengertian  Blended e-Learning tapi ada para ahli dan profesor yang meneliti tentang Blended e-Learning dan menyebutkan konsep dari Blended e-learning. selain itu, pada penelitian Sharpen et.al (2006:18) ditemukan bahwa “intitusi yang telah mengembangkan dengan bahasa mereka sendiri, definisi atau tipilogi praktek blended”. Definisi dari Ahmed, et.al (2008:1) menyebutkan : Blended Blended e-Learning, on the other hand, merges aspects of blended e-lerning such as: web-based instruction, streaming video, audio, synchronous and asychronous communication, etc: with tradisional, face-to-face”learning.
Definisi lain yang hampir sama yaitu dari Soekartawi  (2006:1) menjelaskan pengertian dari Blended Blended e-Learning yaitu: One of newest models is called Blended Blended e-Learning (BEL). The model, BEL, is disigned basically based on combination of the best aspect of application of information technology blended e-learning, structured face-to-face activities, and real world practice.
Dari definisi-definisi yang telah dijelaskan di atas maka dapat dikatakan secara sederhana Blended e-Learning adalah kombinasi atau penggabungan pendekatan aspek blended e-learning yang berupa we-based instruction, video streaming, audio, komunikasi synchronous dan asynchronous dalam jalur blended e-learning system LSM dengan pembelajaran tradisional “tatap muka” termasuk juga metode mengajar, teori belajar dan dimensi pedagogik. Kesimpulan tersebut sama seperti yang dikemukakan oleh Bhonk dan Graham (2006) yaitu:
1.      Combining instructional modalities or delivery media and technologies (traditional distance education, Internet, Web, CD ROM, video/audio, any other electronic medium, email, online booka etc.)
2.      Combining instruction methods, learning theories and pedagogical dimensions
3.      Combining blended e-learning ang face-to-face learning.
E.     Karakteristik Blended E-Learning
Menurut sharpen et.al (2006:18) karakteristik Blended e-Learning, adalah:
1.      Ketetapan sumber suplemen untuk program belajar yang berhubungan selama garis tradisional sebagian besar, melalui intsitusional pendukung lingkungan belajar virtual
2.      Trasformatif tingkat praktik pembelajaran didukung oleh rancangan pembelajaran sampai mendalam
3.      Pandangan menyeluruh tentang teknologi untuk mendukung pembelajaran.
4.      Blended e-Learning berisi tatap muka, dimana beririsan dengan blended e-learning. pada blended e-learning terdapat pembelajaran berbasis komputer yang berisikan dengan pembelajaran online. Dalam pembelajaran online terdapat pembelajaran berasis internet yang di dalamnya ada pembelajaran berbasis web. Diskripsi tersebut disimpulkan bahwa dalam Blended e-Learning terdapat tatap muka yang beririsan dengan blended e-learning dimana blended e-learning beserta komponen-komponennya yang berbasis komputer dan pembelajaran online berbasis web internet untuk pembelajaran. 
Berdasarkan komponen yang ada dalam Blended e-Learning  maka teori belajar yang mendasari moder pembelajaran tersebut adalah teori belajar Konstruktivisme (individual learning) dari Piaget, kognotif dari Bruner Gagne dan Blooms dal lingkungan belajar sosial atau Social Constructivisit (collaborativ learning) dari Vygtsky.
Karakteristik teori belajar konstruktivisme (individual learning) untuk blended e-learning (Hasibuan, 2006:4) adalah sebagai berikut.
a.      Active learners
b.      Learners construc their knowledge
c.       Subjective, dynamic and expanding
d.      Processing and understanding of information
e.       Leaner has his own learning.
F.     Penerapan blended e-learning
Blended e-learning kini banyak digunakan oleh para penyelenggara pendidikan terbuka dan jarak jauh. Kalau dahulu hanya Universitas Terbuka yang diizinkan menyelenggarakan pendidikan jarak jauh, maka ini dengan terbitnya surat keputusan Mentri pendidikan Nasional No.107/U/2001 (2 juli 2001) tentang penyelenggaraan program pendidikan Tinggi jarak jauh, maka perguruan tinngi tertentu yang mempunyai kapasitas menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh menggunakan blended e-learning, juga telah diizinkan menyelenggarakannya. Lembaga-lembaga pendidikan non-formal seperti kursus-kursus, juga telah memanfaatkan keunggulan blended e-learning ini untuk program-programnya.
Secara spesifik dalam pendidikan guru blended e-learning memiliki makna sebagai berikut.
1.      Blended e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik substansi materi pelajaran maupun ilmu pendidikan secara online.
2.      Blended e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terdapat buku teks, CD-ROM dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
3.      Blended e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkaut model belajar tersebut melalui pengayaan conten dan pengembangan teknologi pendidikan.
4.      Kapasitas guru amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan penyampaiannya. Makin baik keselarasan antarconten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
5.      Memanfaatkan jasa teknologi elektronik. Dimana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.
6.      Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks).
7.      Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa tanpa saja dan dimana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
8.      Memanfaatkan jadwal pelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yng berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
 
G.    Prosedur Blended Learning Dalam Pembelajaran
Model blended e-learning merupakan kombinasi dari beberapa pendekatan pembelajaran yaitu pembelajaran konvensional berupa tatap muka dan e-learning berbasis internet
 
   prosedur blended learning dalam pembelajaran
Peningkatan kualifikasi guru merupakan salah satu prioritas pemerintah indonesia, hal tersebut sebagai wujud realisasi UU guru dan dosen no.14/2005 yang mempersyaratkan guru untuk memiliki kualifikasi minimal S-1 dan memiliki sertifikat sebagai pengajar. Pada saat ini guru di Indonesia berjumlah sebanyak 2.667.655 orang (depdiknas,2007). Di samping kualitas akademik guru, kondisi peningkatan kualifikasi akademik guru, kondisi kekurangan guru juga masih dialami sebagian wilayah di indonesia pada berbagai jenjang pendidikaaan. Pada tahun 2007, selain Universitas Terbuka pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan menetapkan 10 LPTK untuk secara bersama-sama menyelenggarakan sistem PJJ untuk program peningkatan kualifikasi guru melalui pendidikan SI PGSD.
PJJ pada program ini berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi dengan menggunakan internet sebagai media utama, tatap muka dilakukan hanya beberapa kali pada program residensial, selebihnya menggunakan program e-learning. Keberhasilan PJJ PGSD dan sistem pembelajaran jarak jauh yang menggunakan e-learning sebagai alat utama, sangat menentukan oleh model learning management system (LMS) yang dikembangkan, dan pemerintah bersama pihak terkait masih mencari-cari model LMS yang handal yang mampu mewujudkan profil guru profesional, yang memiliki kompetensi kependidikan dan keguruan yang setara bahkan melebihi guru dengan sistem pembelajaran reguler. Model blended e-learning merupakan kombinasi dari beberapa pendekatan pembelajaran yaitu pembelajaran conventional berupa tatap muka dan e- learning yang berbasis internet.
Seperti yang dikemukakan oleh Gegne (1984) Belajar yang efektif mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) melibatkan pembelajaran dalam proses belajar; (2) mendorong munculnya keterampilan untuk belajar mandiri (learn how to learn); (3) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pembelajar; (4) memberi motivasi untuk belajar lebih lanjut. Darmodihardjo (1998:39) mengemukakan bahwa tutor dalam pelaksanaan tugasnya memiliki peran yang meliputi; (1) sebagai motivator, (2) sebagai fasilitator, (3) sebagai pembimbingan dan evaluator, (4) pengembangan materi pelajaran, (5) pengelola proses belajar mengajar, (6) agen pembaruan. Sementara itu Muhammad Zen (2000:69-70) mengemukakan bahwa tugas tutor selaku pengajar meliputi; (1) sebagai informator, (2) sebagai organisator, (3) sebagai motivator, (4) sebagai pengarah, (5) sebagai inisiator, (6) sebagai transmiter, (7) sebagai fasilitator, (8) sebagai mediator, (9) sebagai evaluator.
H.    Perbedaan dan Persamaan E-learning dan Blended Learning 
1.      Perbedaan E-learning dan Blended Learning 
Seringkali banyak orang yang masih bingung tentang perbedaan antara E-learning dan Blended learning karena keduanya melibatkan media online. Tapi dapat dipastikan keduanya berbeda dimana jika kita sebagai pelajar menggunakan e-learning maka kita tidak akan mendapatkan feedback pengajar sedangkan bila menggunakan Blended learning bukan saja mendapatkan feedback tetapi kita juga dapat mengadakan diskusi langsung sehingga kita dapat menjadi pelajar yang lebih aktif dan tentunya banyak manfaat lainnya yang kita dapatkan.
2.      Persamaan E-learning dan Blended Learning 
Persamaan e-learning dan blended learning adalah dilihat dari ICT- nya (Information, Communication, and Tecknology). Mengenai perbedaannya adalah kalau blended learning bersifat tatap muka dan memakai perlengkapan elektronik jaringan, sedangkan e-learning adalah distance learning (pembelajaran jarak jauh) disertai perlengkapan elektronik dan jaringan.
Dilihat dari makna kata, “blended” artinya campur/kombinasi. Jadi blended learning adalah mencampurkan atau mengkombinasikan antara konvensional kelas dan e-learning.
Blended learning ini meliputi beberapa komponen, diantaranya: multi acces learning, integrated learning, multimethod learning, hybrid learning, web, webinar, e-library, video call, teleconference, e-book, dan lain sebagainya.
E-learning disini memfokuskan pada perbedaan individual pada siswa secara psikologis, harus ada aspek psikologis pada siswa. Selain itu, aspek yang tidak ada pada e-learning dari teorinya Bloom adalah aspek afektif, maka dari itu di mix dengan blanded learning. Karena didalam blanded learning terdapat 3 aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.


by : Suci Agus Dewantari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar